Thursday, March 30, 2006

the day of silence

Hari raya Nyepi, Tahun Baru Saka 1928, di tahun 2006 masehi ini mungkin terasa lain. Entah kenapa, di koran-koran internet yang aku baca belakangan ini, artikel dan berita tentang perayaan Nyepi terlalu banyak dibandingkan tahun-tahun lalu.

Entah kenapa juga, di tahun kedua aku di Norwegia, aku semakin menghayati arti me-nyepi lebih berbeda jika dibandingkan perayaan Nyepi di Indonesia. Secara aku tidak pernah sekali pun merayakan Nyepi seperti di Bali. Melainkan sejak hampir dua tahun lalu, aku merayakan Nyepi hampir setiap hari di Norwegia, di kota kecil Ås tepatnya, hingga hari ini.

Tiada kesan dan kata-kata yang cukup menggambarkan betapa berharganya pengalaman hidup di kota ini. Sebuah pembelajaran yang penting, sehingga membuatku tak henti bersyukur bahwa aku diberi kesempatan menekuni segenap alam di Ås khususnya dan Norwegia umumnya tahun ini. Sepi sungguh kota ini, namun sepi yang benar-benar menyentuh hati. Betapa pun sepinya tempat ini, aku berterima kasih dan bersyukur atas segala yang telah diberikan, ditunjukan, dan diajarkan oleh kota ini.

Terakhir, posting ini terinspirasi oleh Renungan Hari Raya Nyepi 2006 oleh Gede Prama di Kompas. Juga oleh editorial yang bagus oleh The Jakarta Post yang berjudul A guiet prayer. Juga sekalian aku ingin menghaturkan Selamat Hari Raya Nyepi, Tahun Baru Saka 1928.

"Damai tenteram semesta sekalian alam.
Semoga hati yang tulus dan pikiran yang jernih berkenan hadir dari segala penjuru ruang dan waktu"

Friday, March 17, 2006

polusi DAN konservasi

Aku masih percaya, dualitas di dunia akan selalu ada. Tidak mungkin satu sisi mendominasi secara mutlak atas satu sisi yang lain. Secara titik optimum dari suatu kehidupan adalah harmoni, maka mengelola dan - sedapat mungkin - mengendalikan dualitas tersebut adalah tujuan yang cukup sederhana dibandingkan berusaha sekeras mungkin melenyapkan sisi yang tidak kita inginkan. Misal, jika ingin membersihkan lingkungan maka bukan dengan sekeras usaha untuk meniadakan polusi melainkan mengelola dan mengendalikan polusi agar tidak berdampak lebih buruk pada lingkungan.

Silahkan membaca dan berkomentar atas posting-ku di kaFE depok, tentang harmoni lingkungan antara "berpolusi dan berkonservasi" dengan judul A query from 'not so green' Norway.

Pertanyaannya hingga detik ini yaitu bagaimana caranya menemukan keseimbangan tersebut?

Sunday, March 12, 2006

definisi demokrasi

Ingin tahu definisi 'demokrasi'? Ini dia:
"Lagi pula menurut Fauzan (Ketua Departemen Data dan Informasi MMI, red), jika yang digunakan adalah cara-cara demokrasi maka Bali sebagai pengusul minoritas harus mengikuti mayoritas. 'Ini kan sesuai dengan prinsip demokrasi bahwa suara terbanyak yang diikuti'"
Kutipan berita yang berjudul "MMI: Jika Terus Menolak, Jadikan Bali Daerah Khusus Pornografi", seakan mempertegas bahwa RUU APP adalah agenda besar kelompok mayoritas yang semakin tajam menancapkan kukunya di Indonesia.

Membicarakan moral sudah semakin menyebalkan... Ah, sekarang juga semakin menyebalkan membicarakan demokrasi.

Thursday, March 09, 2006

untuk orang-orang bermoral

Menurutku, opini berikut ini (Kompas, 9 Maret 2006) sangat bagus dan relevan. Sayangnya, opini semacam ini tidak akan didengar oleh orang-orang bermoral dan agamis di gedung DPR sana. Telinga mereka terlalu penuh mendengarkan doa-doa dan dogma untuk surga mereka nanti.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Apakah Kita Pasti Lebih Bermoral?

Kristi Poerwandari

Meski didesak pemerintah federal untuk membatalkan pelaksanaan hukuman cambuk, gubernur Negara Bagian Zamfara (Nigeria) tetap menghukum 180 kali cambuk terhadap Bariya Ibrahim Magazu, gadis remaja 17 tahun, karena melakukan hubungan seks di luar nikah.

Meski Bariya menjelaskan ia diperkosa tiga lelaki di desanya, pengadilan tetap menjatuhkan vonis. Berita (Kompas, 4/1/2001) itu memberi ilustrasi, atas nama moralitas, manusia dapat melakukan kekejaman dan tindakan tak bermoral terhadap manusia lain.

Kini, kita pembaca Kompas, berpendidikan, lelaki-perempuan, sebagian besar memiliki pekerjaan mapan, ibu rumah tangga yang hidup lurus dan biasa-biasa disuguhi berita-berita pro- kontra RUU Antipornografi dan Pornoaksi (APP), menyusul perda Kota Tangerang (No 8/2005) yang melarang pelacuran.

Saat membaca pro-kontra RUU APP dan perda Tangerang, mungkin kita berpikir, cara berpakaian orang harus diatur, sikap di muka umum harus diatur, karena tampilan orang-orang (perempuan) tertentu sudah keterlaluan. Berbaju minim, mempertontonkan bagian-bagian tubuh yang sensual, berpelukan di jalan. Kita berpikir diperlukan hukum guna menciptakan ketenteraman bermasyarakat dan mengurangi dekadensi moral. Caranya, mengatur orang-orang tidak bermoral itu (bukan kita).

Mengingat kita hidup baik-baik, jarang keluar malam, tidak tinggal di daerah kumuh atau lampu merah, bila keluar malam bisa berlindung dalam mobil yang nyaman dan tidak membuat orang curiga, kita menganggap aturan itu tidak ada relevansinya, sama sekali tidak akan merugikan kita.

Rupanya hidup kita lebih beruntung dibandingkan dengan banyak perempuan lain. Mungkin tak pernah terpikir perempuan harus banting tulang karena suami tidak (cukup) menafkahi, harus pulang malam karena bekerja, tak mampu membeli mobil, tak kuat membayar ongkos taksi, sehingga harus menunggu mikrolet di pinggir jalan.

Dalam dunia malam memang ada perempuan atau waria yang mencari uang dengan menjajakan tubuhnya. Ada banyak alasan psikologis, sosial, dan ekonomis yang menyebabkan orang masuk dunia pelacuran.

Pertanyaannya, pantaskah kita mengejar-ngejar mereka, menghukum dengan mempertontonkan dan mempermalukan dalam sidang terbuka, menertawakan, mengolok-olok, yang berarti menempatkan mereka sebagai makhluk hina? Ini belum bicara kemungkinan salah tangkap. Bagaimana bila karena suatu alasan kita menjadi korbannya?

Masyarakat terbelah

Beberapa tahun terakhir ini, masyarakat Indonesia terbelah dua: kelompok yang merasa lebih bermoral dan kelompok yang mengutamakan kebebasan individu. Bila dikotomi ini tidak ditanggulangi, dapat melahirkan perpecahan dan aneka masalah sosial lanjutan yang mengerikan.

Kelompok masyarakat yang merasa lebih bermoral memaksakan moralitasnya kepada masyarakat yang heterogen dan kompleks. Definisi yang digunakan sering naif, sempit, dan salah arah dalam memahami moralitas. Moralitas dipahami hanya pengaturan perilaku seksual, tuntutan bagi perempuan untuk membatasi diri, melayani, patuh, mampu membuktikan diri bersih.

Salah arah, mengingat moralitas tidak mungkin ditanggulangi dengan memberlakukan hukum formal, apalagi yang didefinisikan secara sempit dan bias. Salah arah, karena moralitas seperti ini mudah terpeleset menjadi mempersalahkan dan mengambinghitamkan korban. Bagaimana bisa membuktikan kita adalah korban pemerkosaan dalam masyarakat yang amat bias patriarkis? Salah arah, karena seksualitas manusia menjadi satu dari banyak hal terkait moralitas. Kekerasan, penyelewengan kekuasaan, kebohongan politik, korupsi, kolusi, nepotisme, ketidakmampuan mendengar jeritan orang kecil, semua itu adalah masalah moralitas. Salah arah, karena moralitas hanya dapat dibangun kembali melalui sarana-sarana yang melampaui hukum formal, dengan mengembangkan kepedulian, keterbukaan, penghormatan pada martabat manusia, dan nurani.

Mereka yang mengutamakan kebebasan individu juga bingung, bagaimana menyampaikan fakta untuk dapat dipahami para penyusun dan pelaksana peraturan betapa moralitas merupakan masalah yang kompleks. Dan yang perlu diatur serta dikenai sanksi bukan para pelaku, tetapi otak-otak dan sistem yang ada di balik jaringan dan organisasi yang menciptakan pornografi dan memperdagangkan perempuan dan anak. Kelompok ini dapat dituduh ditunggangi kapitalis dan penguasa pasar.

Disalahpahami

Mungkin ini disalahpahami masyarakat awam sebagai menyetujui pornografi. Padahal, banyak di antaranya justru melakukan pendampingan pada anak dan perempuan korban pornografi, perdagangan manusia, dan bentuk-bentuk kekerasan lain.

Memang fenomena sosial selalu amat kompleks, sulit dijabarkan dalam bahasa sederhana. Menjadi tantangan bagi kelompok ini untuk menyampaikan gagasan secara jelas dan sederhana sehingga dapat memperoleh dukungan sebanyak mungkin anggota masyarakat. Juga untuk dapat diterima dan dipahami pihak-pihak yang naif, moralistik dan legalistik, yang sedang di tampuk kekuasaan.

Mengerikan bila masyarakat Indonesia yang mengaku agamis melakukan pembenahan moral melalui pengambinghitaman, melekatkan stigma-stigma baru pada kelompok rentan, dan berperan seolah-olah menjadi Tuhan. Apakah kita benar-benar lebih bermoral dari mereka?

Kristi Poerwandari Ketua Program Kajian Wanita, Program Pascasarjana UI

quote of 5th March

My quote of the day, March 5th 2006, at Gardemoen International Airport, Oslo Norway to Alief
"Gosh, there are a lot of beautiful women in this airport. But, the most beautiful one for me is not yet arrive"
I said that words when I was waiting for my beloved moon from south, Ruri. And now she is already here with me, experience the beautiful snow of Norway but also suffered with extreme cold of (close to) North pole.



Velkommen til Norge, Ruri!

Sunday, March 05, 2006

perempuan paling sensual??


Namanya Caroline Ingrid Adita, atau dipanggil Aline. Menurut rubrik Urban di Kompas hari ini, ia adalah perempuan paling sensual menurut versi majalah For Him Magazine (FHM) dalam tajuk "The 100 Sexiest Women in the World 2005". Dengan kata lain, meminjam istilah justifikasi moralitas yang sedang santer dikumandangkan di Indonesia, Aline adalah perempuan yang masuk kategori paling "membangkitkan birahi" bagi kaum Adam. Anda setuju?

Tentang Aline sebagai perempuan paling sensual: Aku tidak setuju!

Alasannya: jika aku ikut ajang pemilihan tersebut, aku tak akan memilih Aline, bukan karena aku benci dia, atau apa. Bagiku, Keira Knightley adalah perempuan paling sensual di dunia saat ini. Untuk Indonesia, pilihanku jatuh pada Tamara Blezynski.
Anda juga punya pilihan sendiri, kan? Boleh saja anda setuju Aline terpilih. Tapi aku yakin, laki-laki lain punya pilihan mereka sendiri yang lain dari anda dan apalagi saya. Artinya, definisi dan kriteria sensualitas kita berbeda-beda kan? Iya kan?!

Tentang justifikasi kategori paling "membangkitkan birahi" bagi kaum Adam: Aku tidak setuju juga!

Alasannya: di atas sudah jelas, definisi dan kriteria sensualitas tiap spesies Adam berbeda-beda. Ada beberapa kesamaan, namun secara keseluruhan pasti berbeda. Definisi dan kriteriaku sangat spesifik yaitu keindahan kombinasi ekspresi wajah yang diperkuat oleh mata dan senyum. Soal kemolekan tubuh, bagiku yang penting proporsional. Sisanya adalah aura. Bagi anda? Aku tidak tahu, dan anda sangat boleh punya definisi dan kriteria sendiri. Ini hak manusiawi kan? Iya kan?!

Tapi yang terpenting, definisi dan kriteria tersebut sama sekali tidak membuat birahiku bangkit. Sama sekali tidak! Kenapa tidak? Lho, kenapa harus? Sama seperti misalnya saat kita melihat sebuah panorama pemandangan yang indah di kaki bukit. Apa yang dapat dirasakan? Hanya satu kata, "kagum". Baiklah, kagum dan terpesona. Dan, tidakkah itu wajar dan manusiawi jika kita melihat sebuah keindahan lalu kita kagum dan terpesona? Aku yakin, aku tak sendirian dalam hal ini. Apabila ada diantara kita ingin memiliki pun menguasai keindahan tersebut (karena hasrat, ketamakan dan nafsu), tidakkah itu juga wajar dan manusiawi. Namun, apabila ketamakan dan nafsu itu timbul, patutkah keindahan tersebut yang dihukum dan dikucilkan??! Jawabnya tidak sama sekali!

Semestinyalah kita belajar dan berlatih mengendalikan ketamakan dan nafsu tersebut agar tidak menguasai pikiran, perkataan dan perbuatan kita. Itu juga yang disebut manusiawi, kan?

Namun, ternyata kita tidak punya hak manusiawi sama sekali saat ini. Kenapa? Karena banyak pemimpin, ulama dan pejabat yang menganggap definisi dan kriteria 'sensualitas' mereka sama seperti semua spesies Adam di seluas permukaan bumi. Dan juga karena mereka-mereka ini tidak mau belajar dan tidak mampu berlatih mengendalikan ketamakan dan nafsu birahi mereka maka mereka tidak mampu menguasai pikiran, perkataan dan perbuatan mereka atas spesies Hawa (padahal mereka penguasa, ulama, orang suci, berakhlak!). Dan karena itulah sensualitas itu hanyalah satu definisi dan kriteria saja yaitu segala apa yang 'membangkitkan birahi'.

Jadi, ketika Aline mengatakan (dikutip dari artikel dimaksud)
”Aku hanya merasa seksi pada saat-saat tertentu saja sebenarnya....”
maka sesungguhnya bagi MUI, DPR pansus RUU APP, dan kelompok-kelompok suci lainnya, Aline (mungkin) terlihat seksi di segala saat. Atau malah ternyata mereka memilih Ainul Rokhima??

Benar-benar kedunguan yang datang dari langit! Dan aku ikut-ikutan dungu...

Friday, March 03, 2006

mengatur moral??!!

Silahkan membaca isi perda Tangerang, Banten di bawah ini (dikutip dari berita di sini):
”Setiap orang yang sikap atau perilakunya mencurigakan, sehingga menimbulkan suatu anggapan bahwa ia/mereka pelacur, dilarang berada di jalan-jalan umum, di lapangan-lapangan, di rumah penginapan, losmen, hotel, asrama, rumah penduduk/kontrakan, warung-warung kopi, tempat hiburan, gedung tempat tontonan, di sudut-sudut jalan atau di lorong-lorong jalan atau tempat lain di Daerah” (Pasal 4 Ayat 1 Perda No 8/2005).
Bingung, menggelikan, ingin marah, dan masih banyak lagi perasaan yang muncul ketika membaca pasal tersebut di tajuk kompas yang berjudul "Hati-hati minum di jalan, bisa ditangkap...". Ditambah lagi, membaca kisah para "korban" perda tersebut. Sementara Ape menulis secara lebih singkat dan padat lagi di sini. Dan komentarku atas ini yaitu peraturan tersebut bukan hanya sebuah tragedi melainkan sebuah bencana besar bagi kemanusiaan.

Bagaimana tidak demikian? Seluruh dunia juga tahu, Indonesia adalah negara paling korup di dunia (nomor 2 terbaik setelah Bangladesh). Padahal, orang Indonesia terkenal religius, taat beribadah, dan sebut saja segala macam indikator keimanan yang bisa diukur semua ada di orang Indonesia. Tapi, dengan demikian sudahkah orang Indonesia bermoral? Sementara itu kemudian segala tindak tanduk orang sekarang harus diatur agar tidak berbuat imoral dengan dirazia, ditangkap, didenda, dipenjara hanya karena kebetulan pulang malam dan berdiri di tengah gelap malam di pinggir jalan?? Dan semua aturan tersebut didasarkan pada "suatu anggapan"?!

Cobalah berpikir secara sederhana, tidak usah bawa-bawa moralitas dulu deh apalagi janji-janji surga dan keimanan yang tinggi. Apakah dengan menerapkan peraturan tersebut maka perilaku orang Indonesia akan lebih baik, lebih beriman, dan lebih soleh? Apa tujuan utama membuat peraturan ini? Ingin meng-gol-kan sebuah cita-cita politis tertentu? Ingin membuat negara dengan ideologi mereka sendiri?

Maaf jika aku terkesan emosi, tapi itu stigma dan pemikiran skeptis yang sekarang kerap muncul di kepalaku setiap kali membaca upaya-upaya semacam ini yang terus menerus digulirkan (silahkan baca posting opini lain di sini). Padahal ada masalah-masalah yang lebih mendasar yang patut mendapat perhatian lebih. Bimisal, kemiskinan dan korupsi di lingkungan sekitar yang terdekat. Sudahkah ibadah kalian membantu orang-orang miskin dan kesusahan itu? Dengan apa? Dengan mendoakan mereka agar segera terbebas dari kemiskinan?!

Atau, jika ingin menegakkan moral bangsa (apa pun itu ukurannya) cobalah berpikir kreatif dan holistik untuk menerapkannya. Bukan dengan cara-cara yang konyol dan membingungkan semacam ini - kalau belum bisa dibilang dungu, fanatik, dan hipokrit!

Apakah aku bilang kalian itu dungu, fanatik, dan hipokrit?! Iya, aku bilang demikian...

Thursday, March 02, 2006

Bush failure

A friend from Nepal asked me to googling a word "failure" and tell him what I found. Try please...

Well, the first result is titled Biography of President George W. Bush. Yes, he is the 43rd President of the United States of America.

Not so surprise ha...?
pinjamkan aku cinta
barang sejenak

agar tenang harap
sebelum binasa

lantunkan doa kebenaranmu
seantero bumi

agar kasih datang tercipta
sebelum syahdu jadi membara

severe snow this week

This situation actually already started from Sunday (26 February) and continue for the rest of the week, the weather forecast said. Aftenposten, one of the biggest newspaper in Norway, posted the news titled "Forget Your Car" and one line of the news mention about the forecast which said
"The Meteorological Institute predicted more snow on Wednesday - about 20 cms (8 inches) though less than the day before."

And Wednesday is today!! But yesterday (Tuesday, 29 February) was really even worse than today (Also read "Winter grip for the coming week"). During that time, I have to go to follo politidistrikt for getting new resident permit stamp with working permit, and then went to Vinterbro to buy something for cutting my hair and a special gift.

It's hard to describe in detail. However, this week is no doubt as one of the hardest life due to severe snow here in Norway, especially in Ås. As for student who have to walk (because our bicycle already hiden somewhere under the mountainous snow park) from the student house - Pentagon - to campus, and with this much of snow... argh!! It was so tired, you know!

Additionally, in this situation when I walked outside and looked like not so excited (of course I am not so happy!), some Norwegian I unintentionally chatted with on the way to campus always makes a joke with me by saying "Walking on the snow?" plus with big smile (something that very rare among not-very-closed Norwegian friend). And I interpreted that joke as "Why don’t you skiing now?", because they really like skiing and to do that they need quite a lot of snow. Oh I see… such an irony to make a joke for yourself especially in this kind of hard time, I guess.

What about the temperature? Don't ask, ok! I try not to know that exactly...