Monday, May 21, 2012

Balita Digital

Topik hari ini dipicu oleh pertanyaan seorang teman: "Apakah Anda akan membolehkan balita Anda untuk menggunakan iPad?" Anda bisa mengganti iPad dengan berbagai perangkat elektronik lain, mulai dari telpon genggam, telpon pintar (smartphone), komputer, tablet, dan perangkat permainan elektronik seperti XBox, Wii, dan sebagainya.

Pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang menarik dan perlu dijawab oleh para orang tua dewasa ini. Perkembangan teknologi belakangan ini semakin pesat dan penggunaanya pun kian intensif di berbagai aspek kehidupan. Berbagai jenis perangkat elektronik digital atau biasa disebut gadget bermunculan dan bertebaran di tangan kita.

Isu kritis yang cukup pelik terkait pemanfaatan gadget bagi keseharian adalah bilamana anak-anak dan balita boleh menggunakan gadget? Atau, umur berapakah balita atau anak-anak boleh berinteraksi dengan telpon genggam atau iPad atau komputer? Ada banyak studi yang mencoba menjawab pertanyaan tersebut. Kesimpulan dan pandangan yang muncul relatif terbagi dua kubu: pro dan kontra. Kedua kubu tersebut pada dasarnya mengklaim bahwa penggunaan gadget di usia dini bisa mempengaruhi perkembangan anak - pengaruhnya bisa negatif atau positif. Namun, media massa umumnya hanya membahas laporan dan diseminasi studi tersebut terutama yang memaparkan pengaruh negatif tanpa perimbangan dari studi tandingannya. Dengan kata lain, belum ada bukti yang komprehensif dan sinergis untuk menjawab peran gadget bagi balita dan anak-anak.

Sebuah survey di suatu kelompok Parenting menunjukkan bahwa hampir 20 persen balita mulai menggunakan smartphones sejak umur 2 tahun. Dan, hampir sepertiga balita akan mulai menggunakan laptop atau kamera digital saat mereka mulai duduk di bangku Taman Kanak-Kanak. Pola pemanfaatan gadget tersebut dikenalkan oleh orang tua mereka, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Meskipun survey tersebut dilakukan di negara maju dan konteks fenomenanya lebih relevan untuk negara tersebut, namun saya pikir temuan tersebut bisa memberi indikasi kecenderungan serupa di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Generasi balita digital tersebut merupakan generasi pertama yang tumbuh dan berkembang secara digital, artinya interaksi mereka dengan teknologi digital akan sangat tinggi dan dimulai sejak usia dini. Mungkin tidak lama lagi, perkembangan di tahap awal dari anak-anak kita akan bisa diukur dengan apa yang disebut sebagai digital milestone, yang diukur misalnya dengan mengetahui umur berapa anak kita pertama kali mengirim SMS (Baca juga artikel menarik yang berjudul The Birth of Digital Toddler).


Satu hal yang niscaya adalah generasi digital akan dihadapkan pada masyarakat yang dikelilingi oleh screens (layar monitor) yang hampir sebagian besar memiliki fitur touch (sentuh). Keyboard sudah menjadi pena pertama mereka, jika menggunakan stylus masih terbatas hanya untuk kegiatan seni grafis dan gambar. Dan, kertas-kertas coretan belajar menulis pertama kali yang dulu biasa berserakan di meja, akan bertebaran di komputasi awan (cloud computing) dalam berbagai format penyimpanan, seperti PDF, JPEG, dan sebagainya. Baiklah, saya setuju bahwa yang terakhir agak berlebihan... Hehehe.


Tanpa bermaksud mengecilkan potensi masalah yang pasti ada, saya pikir lebih baik kita mulai melihat fenomena balita digital ini dalam perspektif yang lebih universal yaitu kegiatan pendidikan. Jika di sekitar kita layar monitor di mana-mana dan berfitur sentuh, saya pikir tidaklah tepat jika kita tidak mulai memperkenalkan anak-anak sejak dini dengan fungsi teknologi tersebut. Seperti halnya komputer yang sudah menjadi teknologi yang umum dimiliki oleh sebagian besar rumah tangga di mana pun berada dan digunakan tidak hanya sebagai sarana hiburan melainkan juga sebagai instrumen pendidikan; mengapa tidak menggunakan teknologi tersebut untuk sarana pendidikan bagi balita dan anak-anak? Di sinilah dimulai sebuah pemikiran bahwa sistem pendidikan juga perlu berubah, berevolusi dan tumbuh sambil menyesuaikan diri dengan refleksi keseharian perkembangan baru balita dan anak-anak kita yang semakin terpapar teknologi digital. Singkat kata, sistem pendidikan harus menerima dan menyiapkan instrumen pengajaran yang menjawab tuntutan  peserta didik yang memanfaatkan teknologi sejak dini.

Sedikit Pengalaman Arvind dan iPod Touch-nya
Saat tulisan ini disusun, anak saya – Arvind – sudah berumur 2 tahun. Menjawab pertanyaan pertama di atas, iya saya mengijinkan Arvind untuk bermain dengan iPad saya. Sesekali Arvind diperbolehkan menggunakan iPad, tapi dia pasti tidak boleh melihat iPad menjelang waktu tidurnya tiba. Saya sudah memperkenalkan Arvind dengan iPod Touch sejak dia berumur 20 bulan. Mengapa saya perbolehkan Arvind bermain dengan iPad dan iPod sejak dini?


Alasan saya lebih didasarkan pada antisipasi atas kemampuan Arvind di masa depan. Saya lihat Arvind, seperti halnya balita lainnya, sangat cepat menyerap dan menginternalisasi informasi: rutinitas, kata-kata, dan konteks. Misalnya, ketika dia melihat saya mengaktifkan telpon genggam saya – membuka kunci (unlock) handphone, dia mampu melakukan hal yang sama setelah dua kali melihat. Tidak berhenti sampai di situ, dia juga mulai mengeksplorasi menu dan fitur yang ada di handphone saya. Sejak itulah saya berpikir bahwa cepat atau lambat ia pasti akan 'menuntut' untuk bermain dengan teknologi tersebut. Daripada menunggu tuntutan tersebut muncul tiba-tiba, lebih baik saya mulai dan arahkan secara khusus ke menu dan fitur yang sesuai dengan umur dan perkembangan pembelajarannya.


Awalnya saya tunjukkan aplikasi untuk mengenal suara musik dan gambar-gambar interaktif yang menarik jika disentuh. Saat itu, saya sendiri yang men-supervisi penggunaan iPad atau laptop yang memuat aplikasi tersebut. Ketika dia memasuki usia 22 bulan dan mulai bisa bicara, Arvind belajar ABC dari iPod Touch-nya (iPod tersebut resmi saya lungsurkan ke Arvind saat itu) dan dia mulai belajar mengoperasikannya sendiri tanpa supervisi saya. Di iPod tersebut sudah saya muat berbagai aplikasi pembelajaran (learning apps) dan toddler games. Lebih kurang, ada 12 toddler apps dan 5 buku digital (eBook) interaktif serta beberapa video serial anak-anak seperti Thomas and Friends, The Wiggles, dan Bob the Builder.


Beberapa waktu kemudian, saya amati bahwa Arvind bisa memilih aplikasi apa yang ingin ia mainkan. Dia juga sudah mulai bisa memilih video apa yang ingin dia tonton. Selain kemampuan menentukan sendiri pilihannya, dia juga mulai bisa meniru dan mengulang bahan pelajaran di aplikasi yang ia mainkan. Ia dengan cepat meniru lagu alfabet ABC, berhitung satu sampai sepuluh dalam bahasa Inggris (meskipun entah kenapa dia tidak pernah mau menyebut nine sebelum ten), membedakan big dan small, menyebut nama-nama binatang dan suaranya saat melihat gambar binatang tersebut, dan banyak hal lainnya. Satu hal yang paling diminati oleh Arvind adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan musik. Di setiap film yang disaksikan, dia paling tertarik dengan theme song film tersebut. Atau, ketika bermain dengan apps pasti dia lebih responsif terhadap musik yang dimainkan oleh apps tersebut. Begitu juga dengan ebook, dia tampak menyimak buku yang menyajikan musik pengiring di dalamnya. Contoh buku interaktif yang menarik bagi Arvind adalah The Fantastic Flying Books of Mr. Morris Lessmore.


Meskipun Arvind sudah mulai bisa memilih menu dan fitur yang tersedia di iPod tersebut, bukan berarti dia dilepaskan sendirian bermain dengan gadget tersebut. Kami tetap mengamati dan membimbing apa saja yang perlu dilakukan terutama jika dia mendapati ada fitur atau menu baru yang muncul dan dia belum tahu konteksnya. Selain itu, kami juga memilih kapan waktu yang tepat agar dia boleh bermain dengan iPod tersebut. Misal, kami tidak membolehkan dia melihat layar monitor apapun saat menjelang waktu tidur.  Artinya, kami tidak ingin keasyikan 'bermain' dengan gadget tersebut melebihi rutinitas penting yang harus dia jalani seperti tidur, makan, dan berolahraga. Kami juga masih tetap memperkenalkan Arvind dengan buku non ebook sebagai sarana belajar.


Lesson Learned Balita Digital
Dari pengalaman Arvind, saya belajar bahwa balita dan anak-anak bisa bermain sambil belajar dari gadget sejak dini. Untuk meminimalisir dampak negatif yang mungkin muncul, kita tetap harus memsupervisi si anak ketika bermain. Selain itu, kita juga perlu memperhatikan dan menyiapkan gadget tersebut secara seksama terutama apa saja yang bisa dimainkan di gadget tersebut. Saya juga belajar untuk tidak terlalu ambisius dan memasang target bahwa si anak perlu belajar ini dan itu. Melainkan, saya belajar mengenali apa minat si anak dan kemampuan apa yang dia bangun ketika bermain dengan gadget tersebut. Contohnya adalah bagaimana Arvind menunjukkan minatnya terhadap musik dan bebunyian yang memiliki nada.


Terlepas dari fungsi dan peran baik dan buruk dari gadget bagi perkembangan balita dan anak-anak, saya belajar bahwa orang tua dewasa ini dituntut untuk mampu mengenali dan mengantisipasi kemampuan dan kecepatan anak-anak untuk belajar dengan atau tanpa kehadiran gadget. Namun, kehadiran gadget dewasa ini membuat kemampuan tersebut kian penting. Hal ini berlaku dalam kaitannya dengan kemampuan anak-anak memanfaatkan teknologi karena mereka akan terpapar teknologi sejak dini, baik disengaja atau pun tidak. Mengarahkan dan memperkenalkan teknologi sejak dini untuk kepentingan pendidikan menjadi tidak terhindarkan. Memusatkan perhatian pada aspek-aspek negatif dari teknologi terhadap perkembangan anak saja tidak cukup membantu kita untuk mengenali apa sebenarnya potensi anak-anak yang pada jamannya nanti dikelilingi oleh teknologi. Tata cara pendidikan yang digunakan selama ini, mulai perlu disesuaikan agar bisa menyiapkan anak-anak yang semakin melek teknologi ini untuk mampu menggali manfaat dari pemanfaatan teknologi bagi kesejahteraan mereka di masa depan.

Itulah sebabnya, menurut saya, pertanyaan yang tepat bukanlah "Apakah boleh bermain iPad?" atau "Umur berapa yang tepat untuk mulai bermain dengan gadget?". Melainkan, "Apa yang bisa dimainkan oleh balita di iPad?", "Bagaimana membimbing balita ketika bermain gadget?", "Apa yang bisa orang tua pelajari ketika si balita bermain iPad?"....



Copyright © Dewa Wisana. All rights reserved

1 comment:

ndt equipment said...

wah hebat ya anak sekarang kecil-kecil udah megang iPad